Warga Belajar Keluhkan Papan dan Kapur Tulis
- Detail:
- Diterbitkan pada Senin, 29 September 2014 14:22
- Ditulis oleh informasi_
KLATEN – Ada yang menarik dalam kunjungan Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini Non-Formal dan Informal (P2-PAUDNI) Regional 2 Semarang Ade Kusmiadi, di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Klaten di Desa Barepan, Cawas, akhir pekan lalu.
Kunjungan kerja itu menjadi ajang ‘’curhat’’ baik dari para pamong maupun warga belajar (istilah guru dan murid pendidikan nonformal). Seorang warga belajar Kejar Paket C, Samino mengeluhkan proses pembelajaran masih menggunakan papan dan kapur tulis.
‘’Di era internet ini mengapa masih menggunakan papan dan kapur tulis? Apa tidak sebaiknya memanfaatkan IT. Teman-teman warga belajar sudah punya ponsel berbasis android, sehingga proses belajar mengajar bisa memanfaatkan itu. SKB cukup dilengkapi wifi untuk koneksi internetnya,’’ katanya.
Koordinator Pamong Suparwi mengusulkan perlu penambahan anggaran dari pemerintah pusat untuk SKB Klaten. Mengingat banyak program unggulan SKB yang diminati masyarakat setempat. ‘’Program kecakapan hidup banyak diminati. Karena pesertanya bisa mandiri atau bahkan membuka lapangan kerja untuk masyarakat sekelilingnya,’’ katanya.
Bendahara SKB Edhi Pramono menyatakan untuk Kejar Paket C (setara SMA/SMK) pihaknya memanfaatkan dana bantuan sosial (bansos) untuk membayar tutor. ‘’Untuk mapel tertentu, seperti matematika dan kimia, kami meminta bantuan guru dari SMAN 1 Cawas sebagai tutor.
Namun ya itu, karena dana bansos jumlahnya terbatas, kami hanya mampu membayar Rp 50.000/bulan dengan empat kali pertemuan. Artinya kami hanya mampu memberi honor Rp 12.500 setiap pertemuan,’’ katanya. Ditambahkan, pihaknya masih merasa beruntung karena masih ada dana bansos.
‘’Tahun depan jika tidak ada bansos, nasib kami bagaimana.Padahal Kejar Paket C yang kami adakan sejak 2006 terus berjalan.
Saat ini kami memiliki 115 warga belajar di Kejar Paket C.’’ Kabid Pendidikan Nonformal Dinas Pendidikan Klaten, Liestyawati saat dimintai konfirmasi menyatakan bahwa anggaran untuk SKB adalah Rp 170 juta (pada 2013) dan Rp 243 juta pada 2014.
Harus Ditangani
Ade Kusmiadi menyatakan, berbagai persoalan tersebut harus segera ditangani pemerintah kabupaten setempat. Sebab, setelah penerapan sistem otonomi daerah, maka anggaran untuk SKB sudah menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota setempat. ‘’Apalagi di SKB ini sudah melaksanakan program-program unggulan yang sejalan dengan keinginan masyarakat.
Antara lain pemberdayaan holtikultura ibu-ibu rumah tangga, layanan edukasi PAUD, keaksaraan, Kejar Paket A, B, dan C, kursus tata boga, pangkas rambut, komputer, massage sport, servis ponsel, bordir, menjahit, tata rias dan kecantikan, penetasan telur ayam, hingga berbagai jenis kursus kecakapan hidup,’’ujarnya.
Ditambahkan, lulusan pendidikan nonformal sebenarnya tidak kalah dari pendidikan formal.
Di samping karena setara dengan jenjang pendidikan formal, jika warga belajar giat dan kreatif, tentu bisa lebih sukses dalam berkarier.
‘’Banyak lulusan Kejar Paket C yang melanjutkan ke perguruan tinggi.” (D6,H34- 68,48)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/warga-belajar-keluhkan-papan-dan-kapur-tulis/
Komentar anda